Tarombo dapat disebut silsilah atau sistem kekerabatan dalam masyarakat, yang bagi orang Batak merupakan garis keturunan orang dan marga. Dalam tarombo nampak asal-usul orang dari marga tertentu, dan asal-usul marga tertentu mulai dari Raja Batak. Dari tarombo jelas dalam garis keturunan tertentu, generasi ke berapa seseorang dari Raja Batak, dan generasi ke berapa pribadi individu tersebut dari sejak munculnya marga yang bersangkutan.
Generasi tertentu dalam garis keturunan marga dikenal dengan nomor tertentu. Jadi kalau antar orang Batak saling bertanya: “Nomor berapa kau, kawan?” Itu artinya generasi ke berapa dalam marga tertentu. Nomor 17 berarti generasi ke 17 dalam marganya. Pembicaraan seperti ini dikenal dengan istilah martarombo, membicarakan silsilah, membicarakan kedudukan masing-masing di dalam sistem kekerabatan.
Dengan melihat tarombo, menjadi mudah menenentukan kaitan perkerabatan seseorang dengan orang lain dalam satu marga. Dengan kata lain, tarombo menolong anggota marga tertentu atau dari rumpun marga tertentu untuk menentukan hubungan satu sama lain, siapa yang berstatus anak terhadap yang lain, dan siapa yang berstatus orang tua (Bapak Tua atau Bapak Uda) terhadap yang lain, dan siapa yang berstatus cucu terhadap yang lain atau ompung (kakek) terhadap yang lain. Hubungan semacam ini, oleh orang Batak dikenal dengan istilah tutur (kinship/relation).
Dalam kenyataan sekarang ini, sudah ada lebih kurang 20 generasi dari marga tertentu. Apabila dua orang pribadi dari marga yang sama dan dari generasi yang berbeda bertemu, tarombo dapat dengan mudah membantu mereka menentukan hubungan satu sama lain (tutur satu sama lain). Sebagai contoh, apabila dua orang marga Siregar bertemu, yang satu dari generasi ke 20 dan yang lain dari generasi ke 18, maka generasi ke 20 memanggil ompung (panggilan terhadap kakek) kepada generasi ke 18, dan sebaliknya generasi ke 18 memanggil pahompu (panggilan kepada cucu) kepada generasi ke 20.
Tarombo juga membantu orang Batak yang berbeda marga tetapi berasal dari satu rumpun marga dalam hal menentukan hubungan atau tutur. Katakan dua orang Batak dengan marga yang satu Sinaga dan yang lainnya Siregar bertemu, maka otomatis marga Siregar memanggil abang (panggilan kepada yang lebih tua) kepada marga Sinaga karena mereka berasal dari rumpun marga Lontung dengan urutan dari yang tertua ke yang termuda adalah Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar. Setelah martarombo, mereka akan tahu nomor masing-masing, dan dengan sendirinya mereka dapat menentukan hubungan atau tutur. Katakan marga Sinaga bernomor 16 (generasi ke 16) dan Siregar ber nomor 17 (genereasi ke 17), maka Siregar memanggil Amangtua (Bapa Tua) kepada Sinaga, dan Sinaga memanggil anak kepada Siregar.
Bahkan perkerabatan dapat diperluas dengan marga lain di luar satu rumpun. Misalnya seorang pemuda marga Siregar dilahirkan seorang ibu dengan marga Pasaribu bernomor 15, bertemu dengan marga Pasaribu dengan nomor 15, maka Siregar memanggil Tulang (panggilan kepada sudara laki-laki dari ibu) kepada marga Pasaribu yang baru dikenalnya, dan marga Pasaribu tersebut memanggil Bere (panggilan kepada keponakan yaitu anak dari saudara perempuan) kepada pemuda marga Siregar tadi. Demikian seterusnya, akan mudah ditentukan tutur (hubungan seseorang dengan orang lain).
Dengan adanya tarombo, orang Batak dapat martarombo untuk mengetahui hubungan perkerabatan antara satu sama lain. Dan itu sebabnya setiap orang Batak yang merantau selalu dibekali orang tua dengan tarombo, tahu nomor masing-masing (generasi ke berapa yang bersangkutan dalam marganya), dan tahu nomor urut ibunya (generasi ke berapa ibunya), sehingga dapat martarombo dengan marga tulang (Pak Le atau Pak De atau Om)-nya.
Oleh Johnson Dongoran
1. Si Raja Batak....
Selama ini Si Raja Batak disebut-sebut adalah....
18 Jan 2020 09:03
2. Pentingnya Mart....
Bagi orang Batak Toba, martarombo atau menjel....
18 Jan 2020 08:56
Tarombo dapat disebut silsilah atau sistem kekerabatan dalam masyarakat, yang bagi orang Batak merupakan garis keturunan orang dan marga. Dalam tarombo nampak asal-usul orang dari marga tertentu, dan asal-usul marga tertentu mulai dari Raja Batak. Dari tarombo jelas dalam garis keturunan tertentu, generasi ke berapa seseorang dari Raja Batak, dan generasi ke berapa pribadi individu tersebut dari sejak munculnya marga yang bersangkutan.
Generasi tertentu dalam garis keturunan marga dikenal dengan nomor tertentu. Jadi kalau antar orang Batak saling bertanya: “Nomor berapa kau, kawan?” Itu artinya generasi ke berapa dalam marga tertentu. Nomor 17 berarti generasi ke 17 dalam marganya. Pembicaraan seperti ini dikenal dengan istilah martarombo, membicarakan silsilah, membicarakan kedudukan masing-masing di dalam sistem kekerabatan.
Dengan melihat tarombo, menjadi mudah menenentukan kaitan perkerabatan seseorang dengan orang lain dalam satu marga. Dengan kata lain, tarombo menolong anggota marga tertentu atau dari rumpun marga tertentu untuk menentukan hubungan satu sama lain, siapa yang berstatus anak terhadap yang lain, dan siapa yang berstatus orang tua (Bapak Tua atau Bapak Uda) terhadap yang lain, dan siapa yang berstatus cucu terhadap yang lain atau ompung (kakek) terhadap yang lain. Hubungan semacam ini, oleh orang Batak dikenal dengan istilah tutur (kinship/relation).
Dalam kenyataan sekarang ini, sudah ada lebih kurang 20 generasi dari marga tertentu. Apabila dua orang pribadi dari marga yang sama dan dari generasi yang berbeda bertemu, tarombo dapat dengan mudah membantu mereka menentukan hubungan satu sama lain (tutur satu sama lain). Sebagai contoh, apabila dua orang marga Siregar bertemu, yang satu dari generasi ke 20 dan yang lain dari generasi ke 18, maka generasi ke 20 memanggil ompung (panggilan terhadap kakek) kepada generasi ke 18, dan sebaliknya generasi ke 18 memanggil pahompu (panggilan kepada cucu) kepada generasi ke 20.
Tarombo juga membantu orang Batak yang berbeda marga tetapi berasal dari satu rumpun marga dalam hal menentukan hubungan atau tutur. Katakan dua orang Batak dengan marga yang satu Sinaga dan yang lainnya Siregar bertemu, maka otomatis marga Siregar memanggil abang (panggilan kepada yang lebih tua) kepada marga Sinaga karena mereka berasal dari rumpun marga Lontung dengan urutan dari yang tertua ke yang termuda adalah Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar. Setelah martarombo, mereka akan tahu nomor masing-masing, dan dengan sendirinya mereka dapat menentukan hubungan atau tutur. Katakan marga Sinaga bernomor 16 (generasi ke 16) dan Siregar ber nomor 17 (genereasi ke 17), maka Siregar memanggil Amangtua (Bapa Tua) kepada Sinaga, dan Sinaga memanggil anak kepada Siregar.
Bahkan perkerabatan dapat diperluas dengan marga lain di luar satu rumpun. Misalnya seorang pemuda marga Siregar dilahirkan seorang ibu dengan marga Pasaribu bernomor 15, bertemu dengan marga Pasaribu dengan nomor 15, maka Siregar memanggil Tulang (panggilan kepada sudara laki-laki dari ibu) kepada marga Pasaribu yang baru dikenalnya, dan marga Pasaribu tersebut memanggil Bere (panggilan kepada keponakan yaitu anak dari saudara perempuan) kepada pemuda marga Siregar tadi. Demikian seterusnya, akan mudah ditentukan tutur (hubungan seseorang dengan orang lain).
Dengan adanya tarombo, orang Batak dapat martarombo untuk mengetahui hubungan perkerabatan antara satu sama lain. Dan itu sebabnya setiap orang Batak yang merantau selalu dibekali orang tua dengan tarombo, tahu nomor masing-masing (generasi ke berapa yang bersangkutan dalam marganya), dan tahu nomor urut ibunya (generasi ke berapa ibunya), sehingga dapat martarombo dengan marga tulang (Pak Le atau Pak De atau Om)-nya.
Oleh Johnson Dongoran